Rabu, 25 Desember 2013

Cita-cita yang tertunda


Alkisah, ada seorang pemuda yang hidup di keluarga sederhana. Ia mempunyai cita-cita yang tinggi. Suatu saat, ketika masih belia, dia berkata kepada dirinya sendiri,”suatu saat nanti, aku akan melakukan apa yang menjadi cita-cita dalam hidupku, dan pada saat itu aku akan bahagia.”

Dia senang membayangkan dirinya sudah memiliki mobil mewah, mengendarainya, dan merasakan kebanggaan yang tak terhingga karena dia dikagumi dan dibanggakan oleh banyak orang. Maka, walaupun kemiskinan tetap diakrabi dalam kesehariannya, sikapnya menjadi angkuh dan sombong karena dia merasa kelak pasti akan kaya raya seperti  yang diangankan.

Ketika ditanya untuk melakukan sesuatu oleh teman-temannya, ia menjawab, “tunggu saja kawan, nanti akan kulakukan setelah aku menyelesaikan sekolah.”

Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan hingga ke perguruan tinggi, ia kembali berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada orangtuanya bahwa ia akan melakukan apa yang diinginkannya nanti, setelah ia mendapatkan pekerjaan pertamanya.

Sebelum melangkah ke dunia kerja, dia meminta nasihat kepada seorang guru besar tentang banyak hal yang dicita-citakan. Si guru berkata, “semua yang kamu inginkan, mobil dan rumah bagus lengkap dengan fasilitasnya, adalah sesuatu yang bagus. Dan sesungguhnya, mobil dan rumah mewah itu diciptakan untuk kita yang mau dan mampu memilikinya. Dia tidak kemana-mana, kitalah yang harus bergerak untuk menghampiri dan mendapatkannya.”

Mendengar tuturan si guru, pemuda itu merasa puas. Sebab, ia makin yakin dengan anggapannya bahwa mobil dan rumah tidak akan kemana-mana. Maka, ia pun bekerja seadanya. Setelah beberapa tahun bekerja, orangtuanya menanyakan, “anakku, kapan kamu akan mengambil tindakan untuk mewujudkan cita-citamu?”

“aku berjanji akan mengejar cita-citaku setelah menikahi gadis yang aku cintai. Karena dengan adanya si dia sebagai pendamping hidup, maka langkahku akan mantap untuk mengejar cita-citaku.”
Sampai sutu hari, setelah bertahun-tahun kemudian, ia mulai menua. Dalam hati, ia pun berkata, “rupanya, sudah terlambat untuk memulainya sekarang. Sebab, umurku sudah tak lagi muda.”


Begitulah, cita-cita si pemuda akhirnya hanya menjadi angan-angan dan omong kosong belaka. Kini, ia hanya bisa merasakan kepuasan semu dengan menikmati setiap hari dalam kehidupannya untuk mengkhayal, seandainya ia menjadi seperti yang ia cita-citakan.

dari berbagai sumber
just share :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar