Aku sudah
lupa kapan tepatnya, yang kutahu waktu itu aku punya sebuah layang-layang kecil
kesayanganku. Layang-layang itu dibelikan mama saat aku pergi bersama beliau ke
sebuah toko. Aku sayang sekali dengan layang-layang tersebut dan memainkannya
setiap hari. Kadang-kadang aku harus dimarahi lantaran lupa makana siang dan
mengerjakan PR sekolah saking asyiknya bermain dengan layang-layangku. Sekejap
pun aku tak mau pisah dengan layang-layangku dan saking senangnya sering
layang-layang tersebut kuajak menemani tidurku tiap malam.
Lama sudah aku berlari mengejar dan tanpa
sadar aku telah berada jauh dari rumahku. Sambil berlari, mataku terus melihat
ke atas memandang layang-layang kesayanganku itu. Benar-benar sudah jatuh
ketimpa tangga, tanpa kusadari, sebuah batu besar ada di depanku dan “Brukk”,
aku jatuh tersandung. Kakiku berdarah dan pergelangan tanganku tak bisa
digerakkan, bahkan dipegang pun sakit. Dengan hati pilu, aku hanya bisa menatap
layang-layangku yang semakin jauh tertiup angin.
Siang itu langit tampak mendung. Aku
berjalan-jalan tertatih-tatih pulang ke rumah menahan sakit yang amat sangat.
Mama tak ada di rumah dan papa sedang mengantar kakakku ke sekolah. Tinggallah
aku sendirian di rumah terbaring di kursi sambil menahan sakit yang sangat. Tak
lama kemudian, mama pulang, kuseka cepat-cepat butir-butir air mata yang sempat
menetes. Dan aku berpura-pura tak terjadi apa-apa dengan berusaha memakai
celana panajng untuk menutupi lukaku. Tetapi langkahku yang tertatih-tatih tak
dapat membohongi mama, apalagi melihat wajahku yang meringis kesakitan, semakin
membuat mama heran dan bertanya-tanya. Akhirnya aku pun menceritakan segalanya.
Mama melihat tanganku yang bengkak sampai
terkejut, beliau menitikkan air mata menangis begitu mengetahui tanganku
mengalami patah tulang. Beliau berkali-kali berkata dengan penuh penyesalan
telah membelikan layang-layang itu untukku. Seolah-olah musibah yang menimpaku
ini semuanya adalah kesalahan beliau seorang.
Sambil menunggu papa pulang, aku disuruh
berisitirahat tetapi waktu yang berjalan, kulewati dengan penuh kesakitan.
Mamaku gelisah sekali dan tampak olehku beberapa butir air mata menetes lagi di
pipi mama. Aku jadi ikut sedih dan bersalah melihat mama demikian, baru aku
menyadari betapa mama sangat menyayangiku.
Akhirnya papa pulang dan mendengar cerita
dari mama seraya memeriksa lenganku. Beliau dengan ditemani mama seraya
membawaku ke tempat urut. Di sana
tanganku diurut dan diobati, sakitnya bukan main sampai aku harus menangis
mengaduh-aduh. Dan mamaku ikut menangis pula melihat keadaanku, seolah beliau sendiri
yang mengalami penderitaan itu. Dan setelah berkali-kali diobati, akhirnya
sembuh juga.
Terima kasih Tuhan, aku dapat bermain
kembali walaupun oleh mamaku tidak lagi dibelikan layang-layang, namun aku
sangat mengerti.
Kini aku, jika terkenang perisitiwa tesebut
hanya bisa berkata, “Aku sangat sayang pada mama dan papa. Aku berjanji akan
menjadi anak yang berbakti. Semoga suatu saat nanti aku dapat membalas budi
luhur papa dan mama.”
sumber : buku PPJ
Just share :)
sumber : buku PPJ
Just share :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar