Selasa, 17 Desember 2013

Layang-layang kasih

Aku sudah lupa kapan tepatnya, yang kutahu waktu itu aku punya sebuah layang-layang kecil kesayanganku. Layang-layang itu dibelikan mama saat aku pergi bersama beliau ke sebuah toko. Aku sayang sekali dengan layang-layang tersebut dan memainkannya setiap hari. Kadang-kadang aku harus dimarahi lantaran lupa makana siang dan mengerjakan PR sekolah saking asyiknya bermain dengan layang-layangku. Sekejap pun aku tak mau pisah dengan layang-layangku dan saking senangnya sering layang-layang tersebut kuajak menemani tidurku tiap malam.
    
    
Suatu hari seperti biasa aku bermain-main dengan layang-layang kesayanganku di lapangan kosong tepat di depan rumahku. Malang tak dapat ditolak, tiba-tiba berhembuslah angin yang sangat kencang yang langsung memutuskan benang layang-layang yang sedang kupegang. Aku tersentak keget, dikarenakan layang-layang itu pemberian mamaku dan aku sangat menyayanginya, maka spontan aku pun mengejar layang-layangku yang terputus itu.

     Lama sudah aku berlari mengejar dan tanpa sadar aku telah berada jauh dari rumahku. Sambil berlari, mataku terus melihat ke atas memandang layang-layang kesayanganku itu. Benar-benar sudah jatuh ketimpa tangga, tanpa kusadari, sebuah batu besar ada di depanku dan “Brukk”, aku jatuh tersandung. Kakiku berdarah dan pergelangan tanganku tak bisa digerakkan, bahkan dipegang pun sakit. Dengan hati pilu, aku hanya bisa menatap layang-layangku yang semakin jauh tertiup angin.

     Siang itu langit tampak mendung. Aku berjalan-jalan tertatih-tatih pulang ke rumah menahan sakit yang amat sangat. Mama tak ada di rumah dan papa sedang mengantar kakakku ke sekolah. Tinggallah aku sendirian di rumah terbaring di kursi sambil menahan sakit yang sangat. Tak lama kemudian, mama pulang, kuseka cepat-cepat butir-butir air mata yang sempat menetes. Dan aku berpura-pura tak terjadi apa-apa dengan berusaha memakai celana panajng untuk menutupi lukaku. Tetapi langkahku yang tertatih-tatih tak dapat membohongi mama, apalagi melihat wajahku yang meringis kesakitan, semakin membuat mama heran dan bertanya-tanya. Akhirnya aku pun menceritakan segalanya.

     Mama melihat tanganku yang bengkak sampai terkejut, beliau menitikkan air mata menangis begitu mengetahui tanganku mengalami patah tulang. Beliau berkali-kali berkata dengan penuh penyesalan telah membelikan layang-layang itu untukku. Seolah-olah musibah yang menimpaku ini semuanya adalah kesalahan beliau seorang.

     Sambil menunggu papa pulang, aku disuruh berisitirahat tetapi waktu yang berjalan, kulewati dengan penuh kesakitan. Mamaku gelisah sekali dan tampak olehku beberapa butir air mata menetes lagi di pipi mama. Aku jadi ikut sedih dan bersalah melihat mama demikian, baru aku menyadari betapa mama sangat menyayangiku.

     Akhirnya papa pulang dan mendengar cerita dari mama seraya memeriksa lenganku. Beliau dengan ditemani mama seraya membawaku ke tempat urut. Di sana tanganku diurut dan diobati, sakitnya bukan main sampai aku harus menangis mengaduh-aduh. Dan mamaku ikut menangis pula melihat keadaanku, seolah beliau sendiri yang mengalami penderitaan itu. Dan setelah berkali-kali diobati, akhirnya sembuh juga.

     Terima kasih Tuhan, aku dapat bermain kembali walaupun oleh mamaku tidak lagi dibelikan layang-layang, namun aku sangat mengerti.


Kini aku, jika terkenang perisitiwa tesebut hanya bisa berkata, “Aku sangat sayang pada mama dan papa. Aku berjanji akan menjadi anak yang berbakti. Semoga suatu saat nanti aku dapat membalas budi luhur papa dan mama.”

sumber : buku PPJ
Just share :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar